Cerutu Kuba

Jumat, 16 Maret 2012 0 komentar

Tak Sepanjang Kretek Indonesia

Di mata para juragan hecho en Cuba alias cerutu Kuba, Indonesia ibarat la tierra prometadora, sebuah tanah yang menjanjikan. Jangan heran. Kuba maupun negara-negara penghasil cerutu terbaik sedunia tak pernah alpa menoleh ke Indonesia saban kali mereka membutuhkan bahan baku cerutu. Daun tembakau Deli di Sumatera, misalnya. Kuat dan punya warna yang matang, daun tembakau Deli banyak dipakai sebagai pembalut luar cerutu. Dunia internasional juga mengenal Besuki Na Oogst (BNO), daun tembakau yang dihasilkan di Besuki, Jember, yang cocok dipakai sebagai pembalut, pengikat atau pembungkus, bahkan pengisi cerutu. Tembakau Besuki, yang mengharumkan nama Jawa Timur, unggul dalam karakter elastisitas, rasa, serta warna daun yang cokelat kehitaman.
Tradisi cerutu Indonesia berasal dari Belanda. Tak jelas, apa dan siapa pabrik cerutu pertama di Hindia Belanda. Namun, yang tertua dan masih bertahan sampai sekarang adalah Industri Bobbin PTPN X di Desa Jelbuk, Jember. "Usia tembakau di sini hampir dua abad," ujar Kuntjoro, konsultan sekaligus pengelola Bobbin PTPN X Jelbuk, Jember. Cikal-bakalnya adalah perkebunan tembakau milik pengusaha Belanda bernama George Bernie. Dia mendapatkan hak guna usaha di Jenggawah, Jember. Bernie menanam tembakau jenis BNO dan ternyata berkualitas tinggi. Setelah itu, sejumlah badan hukum Belanda ikut mengelola perkebunan tembakau.
Ada tiga jenis cerutu yang diproduksi di Jember. Jenis cerutu berbatang pendek (small cigar), sedang (soft filler), dan panjang (long filler). Mengisi pasar dalam negeri maupun mancanegara, cerutu Indonesia buatan Jember memiliki beberapa merek yang cukup dikenal, seperti Bali Djanger, Bali Legong, Bali Kecak, serta MD Long Panatella.
Pabrik cerutu lokal lain adalah Perusahaan Daerah Taru Martani di Yogyakarta. Tadinya milik warga Belanda bernama Habrachen, pada masa pendudukan Jepang, usaha pembuatan cerutu ini berganti nama menjadi Jawa Tobaco Kojo. Cerutu yang dibuat saat itu bermerek Momo Taro. Setelah Indonesia merdeka, Sultan Hamengku Buwono IX mengambil alih pabrik itu dan mengganti namanya menjadi Taru Martani. Artinya daun yang menghidupi.
Pada masa awal kemerdekaan, Taru Martani memproduksi cerutu merek Daulat. Sempat macet pada masa agresi Belanda kedua, produksi berjalan kembali pada 1952. Mereknya pun mulai meniru-niru bahasa Spanyol: Senator, Mundi Victor, Elcomercia, dan Cigarillos. Perusahaan ini sempat menjajal pasar Belanda pada 1972. Mereka menggaet perusahaan rokok Belanda Douwe Egberts Tabaksmaatchapij BV di Utrecht. Masuknya perusahaan Belanda ini sekaligus menjadi titik tolak produksi cerutu bermerek Indonesia seperti Adipati, Ramayana, dan Panther, selain mempertahankan produksi cerutu bermerek asing seperti Senator dan Mundi Victor.
Kini ekspor Taru Martani melebar ke Belgia, Jerman, dan Amerika Serikat-sepertiga bagiannya dilepas di pasar domestik. Produk yang diekspor umumnya berbentuk cerutu polosan alias tanpa merek. Direktur Utama Taru Martani, Bimo N. Wartono, menjelaskan bahwa cerutu mereka mengandalkan tembakau Besuki, Havana, dan Brasil. Godaan "bermain cerutu" juga melanda PT Djarum Kudus. Pada 1990, perusahaan rokok ini masuk ke bisnis ini. Menurut Thomas Budi Santoso, Direktur Produksi Djarum Kudus, mereka menargetkan cerutu buatan Indonesia yang berkualitas. Untuk itu, Djarum meramu campuran tembakau lokal Jawa dan Deli serta tembakau Bahia dari Brasil dan Kuba.
Hasilnya? Cerutu kretek merek Cigarillos. Menyusul tahun 1997, Djarum memproduksi cerutu natural ukuran sedang. Mereknya, antara lain, Dos Hermanos untuk pasar domestik serta Don Roberto untuk pasar internasional-terutama ke Eropa. Pemain lain yang masuk belakangan adalah Wismilak Surabaya. Mereka membuat cerutu bermerek Wismilak Premium.
Menurut pencinta cerutu, cerutu Indonesia masih kalah rasa. "Meski bahan baku berlimpah, kita kalah teknik dan pengalaman," kata Kastorius Sinaga, sosiolog yang juga pencinta berat cerutu, kepada TEMPO.
Alhasil, Kuba dan Dominika, yang tradisi cigar-nya jauh lebih tua, masih kukuh bertahan sebagai raja cerutu dari masa ke masa.
A.A.K., Bandelan Amarudin (Kudus), Heru Nugroho (Yogya), Mahbub Djuanedi (Jember)

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 

©Copyright 2011 Tarumartani | TNB